Senin, 05 November 2018

Musium Bala Putra Dewa

Pagi itu, Rabu (22/10/14) pukul 08.30 WIB, Saya dan teman-teman mahasiswa PGSD Unsri angkatan 2014 bersama-sama berangkat ke Museum Bala Putra Dewa Palembang yang bertujuan memenuhi salah satu tugas mata kuliah kami, Ips. Sekitar pukul 09.00 wib. Memasuki pintu depan museum Bala Putra Dewa, kami langsung disuguhi dengan relief kehidupan masyarakat Palembang. Kami memulai penjelajahan kami di dalam museum dengan didampingi seorang Bapak yang berkerja sebagai karyawan museum.
Awalnya kami dikenalkan dahulu tentang sejarah singkat berdirinya Museum Bala Putra Dewa, museum ini dibangun pada tahun 1977 dengan arsitektur tradisional Palembang dan diresmikan pada tanggal 5 Nopember 1984. Pada mulanya museum ini bernama museum Negeri Propinsi sumatera Selatan, selanjutnya berdasarkan SK. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 4 April 1990, Museum ini diberi nama Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan "Bala Putra Dewa" Nama Bala Putra Dewa itu sendiri berasal dari nama seorang raja Sriwijaya yang memerintah pada abad VIII-IX yang mencapai kerajaan maritim.
Di Museum ini terdapat koleksi-koleksi yang menggambarkan corak ragam kebudayaan dan alam Sumatera Selatan. koleksinya terdiri dari berbagai benda histografi, etnografi, felologi, arca, keramik, teknologi modern, seni rupa dan fauna serta geologi.
Kemudian, kami diceritakan tentang arti relief yang berada di depan museum tersebut. Relief tersebut ternyata menceritakan ada putri Palembang sedang menari Gending Sriwijaya yaitu tarian khas Palembang yang sering ditampilkan untuk menyambut tamu, tari Gending Sriwijaya sendiri pertama kali diperkenalkan pada 12 Agustus 1945.  Kemudian pada relief ada pula rumah bari yaitu rumah lama khas Palembang.  Ada pula gambar rumah Limas yaitu rumah adat Palembang dimana di atasnya ada ornament tanduk kambing.  Digambarkan pula pada relief tersebut orang yang sedang bertenun songket. Kemudian dari gambar relief membahas pula daerah Palembang dahulu karena Palembang dulu banyak terdapat rawa, sehingga  rakyatnya membuat rumah panggung agar bisa tinggal di atas rawa. 
Lalu ada juga sungai musi yaitu sarana transportasi utama di Palembang.  Di gambarkan juga Jembatan Ampera yang dibangun oleh bantuan Jepang tahun 1963 dan selesai pada tahun 1965, jembatan Ampera sendiri memiliki panjang 1717 meter.  Dari gambar relief tersebut diceritakan pula bahwa dahulu di Palembang terdapat banyak sekali sungai, diperkirakan di Palembang dahulu terdapat 117 Sungai tapi sekarang hanya tinggal 17 sungai yang masih mengalir, oleh karena itulah Belanda memberi julukan pada Palembang sebagai Venesia dari Timur Jauh.
20141022_100231

Museum Balaputra dewa memiliki sekitar 3580 buah koleksi yang terdiri dari barang-barang tradisional Palembang, binatang awetan dari berbagai daerah di Sumatera Selatan, beberapa miniature rumah pedalaman, replica prasasti dan arca kuno yang pernah ditemukan di Bukit Siguntang, batu-batu ukir raksasa dari jaman Megalitikum, dan masih banyak lagi.
Setelah pengenalan museum, kami diajak keliling museum, pertama-tama kami dikenalkan dengan arca-arca pada masa megalitikum. Kebudayaan Megalith atau kebudayaan batu besar di Sumatera Selatan, berada di dataran tinggi Pasemah yang posisinya masih satu rangkaian dengan Pegunungan Bukit Barisan di sisi barat Sumatera.
Arca Megalitith di situs-situs Pasemah, sesuai wujud perupaannya dapat dibedakan menjadi dua kategori atau kelompok. Kategori Pertama, arca megalitikum Pasemah yang menggambarkan satu wujud rupa atau sosok tunggal, berupa seorang tokoh manusia atau seekor hewan. Kategori kedua, arca megalitik Pasemah yang menggambarkan lebih dari satu rupa atau sosok jamak, berupa manusia dengan manusia, manusia dengan binatang, sedangkan binatang dengan binatang tidak terdapat di Pasemah.

 Arca Megalith Ibu Menggendong Anak
100_3119
Arca ini menggambarkan seorang wanita (ibu) dalam posisi berjongkok sedang mendukung anak dipunggung.
Arca Megalith Orang Menunggang Binatang
arca menunggang kuda
Keseluruhan arca ini memperlihatkan sikap seseorang yang sedang duduk di atas seekor binatang.

Arca Megalith Orang Menunggang Kerbau
arca menunggang kerbau
Arca ini dibuat dari bahan batuan Brensi Vulkanik. Memperlihatkan seorang laki-laki sedang menunggang seekor binatang menyerupai kerbau. Dilihat dari teknik pembuatannya, agaknya pemahat berusaha menyesuaikan imajinasinya sesuai dengan bentuk batuan. Bentuk keterampilan tersebut menunjukkan tingkatan yang lebih maju.



Arca Megalith Kepala pakai tutup kepala
arca kepala pakai tutup kepala
Arca kepala ini menampilkan kesan keperkasaan diperlihatkan oleh ekspresi wajah yang kuat, gambaran seorang prajurit. Arca ini dibuat dari bahan batuan Tufa Kasar.

Arca Megalith Kepala Tanpa Tutup Kepala
DSCN5050
Arca in dibuat dari bahan batuan Diorit. Menggambarkan kepala arca berbentuk bulat dan tidak mempunyai rambut. Gaya pahatannya bersifat statis, sehingga oleh para ahli dikategorikan ke dalam kelompok tipe arca primitif.



 Selanjutnya, kami diarahkan memasuki ruang “Galeri Malaka” sesuai dengan namanya malaka tentu masih bersangkutan dengan negara tetanga kita yakni Malaysia.
Galeri Melaka ini menceritakan hubungan antara kerajaan Sriwijaya dengan kesultanan Melaka. Galeri ini dibuat atas kerjasama Pemerintah Kota Palembang dengan Negeri Melaka Kerajaan Malaysia. Disini dikisahkan bahwa seorang raja Sriwijaya bernama Parameswara dari Palembang yang merupakan raja pertama yang membangun Kesultanan Melaka.
20141022_100513

Berikut foto berbagai macam koleksi museum yang terdapat di galeri malaka
_SAM9659-1024x681 page

Setelah kami diceritakan tentang Galeri Malaka di Museum Balaputra Dewa, kami diajak ke gedung ruang pameran. Gedung ruang pameran sendiri terbagi jadi dua.
Pertama-tama kami diajak memasuki gedung pameran 1 terlebih dahulu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJRCU64ASNhnAQmzFcCROyh0l47SG396hGgT9sA4HFd_5RzyzPIgDLQHWD9N8-05UmrSECpWjwQXVtw2DUVQF896APzNyYx5zU8Ago1M7l4ep7Z4M15vaPeEeQ-U0Gertpnx04ZS9fykc/s1600/MBPD+%287%29.JPG
secara keseluruhan menceritakan tentang masa kehidupan di jaman pra sejarah (kehidupan manusia purba). Manusia purba pertama di pulau Jawa yaitu Pithecanthropus erectus yaitu manusia purba yang berjalan tegak ditemukan oleh Eugene Dubois.   Di ruang pamer 1 telihat berbagai lukisan, berbagai situs peninggalan hewan purba yang disebut Vitron dan penemuan-penemuan berupa senjata prasejarah seperti kapak lonjong, ada juga alat-alat dapur seperti lesung batu serta ada juga beberapa patung dari masa megalitikum dan miniatur dari Goa Putri yang lokasi aslinya di kabupaten Ogan Komering Ulu.


Koleksi - koleksi di Gedung Pameran I

Fosil Kayu Sungkai                                         Tulang Gajah dan Fosil Kerang
 


Batu Inti, Bahan Alat, dan Artefak Sungai Kikim

Artefak Sungai Kikim ini berbentuk oval, serta berwarna keabu-abuan. Pada bagian artefak terdapat guratan-guratan yang tidak rata, mungkin bekas patahan. Artefak ini diperkirakan telah berumur lebih dari 100 ribu tahun yang lalu. Fungsinya sebagai senjata atau alat bela diri

Kapak perimbas                                                         Kapak Penetak
           


Kapak Genggam                                                         Kapak Lonjong
                                     https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBCTUOluvkokBGjH9HKBr08dJu0i-6Pzw6joiBy059InyqnPAhqVcogevA15G8QsnFdeQ_9J3wY5XMHt2Y5ACk9K_rNdAdztqbULjbMY5JwxfCg3xIMcBvwzELB6Gt-oRv5Iq39MxubhU/s1600/Kapak+Lonjong1.jpg

Beliung Persegi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzFgMjSLQTMnBi9_9l-MG6STWMbmURjan-nNCSklIjNJhSBedM0cwLloON5Gc0Ql-cBovCLlFhE4AolCrju4BL8aDimO7wpOI8F0PdJqwrv_6murP4e39nfmLY1evZGVQXtKgAip9Ox9k/s1600/Beliung+persegi+%281%29-horz.jpg
Pengerjaan beliung persegi dan kapak lonjong dilakukan dengan cara penyerpihan segumpal batu atau langsung dari segumpal batu yang sudah sesuai bentuknya. Setelah permukaan batu diratakan kemudian barulah diupam halus, kecuali pangkalnya untuk tempat melekatnya tangkai. Teknik ini disebut teknik “pukulan beruntun”
Fungsi dari kapak semacam ini adalah  untuk menebang pohon, membuat perahu, membuat patung kayu, sebagai perlengkapan upacara dan lain-lain.


Miniatur Goa Putri


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhf8qAwGoJdxhfqP88ArGAb4B6uJAeOlglposBCLKGEvjLuI4VBaIn6ech-M4zbEODlk88EF4HrAFyvyq5STrAb2Z2_2wpyQlyF7-5emtuZzaG7TXlvD2QIo248clCvevY3pgtoZO4whN4/s1600/100_3129.jpg
Di situs Goa Putri ditemukan sejumlah alat-alat batu dan beberapa fragmen gerabah yang merupakan bukti bahwa di tempat ini pernah dijadikan hunian yang berlangsung untuk beberapa periode waktu, yaitu tingkat budaya paleolitik (masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana) yang masih hidup di sekitar pinggiran sungai dan masih belum menetap sampai tahap neolitik awal (sudah tinggal menetap dan mengenal tekhnologi pembuatan gerabah). Di teras Goa Putri juga ditemukan sarana penguburan, seperti serpih, fragmen gerabah, sisa-sisa motuska dan fragmen tulang-tulang manusia serta fragmen tengkorak yang merupakan bukti bahwa goa ini juga difungsikan sebagai tempat penguburan bagi manusia.


Kerangka manusia
Benda ini merupakan sisa-sisa tulang manusia yang diduga hidup pada masa berburu dan mengumpulkan tingkat lanjut. Pada masa ini mereka memilih goa-goa sebagai tempat tinggal. Fragmen tulang manusia ini ditemukan di Desa Padang Bindu, Goa Pondok Salabe, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.










Tempayan Kubur

Bahan dasar tempayan kubur terbuat dari tanah liat yang digunakan sebagai sarana kubur primer (penguburan langsung), mayat diletakkan dengan posisi jongkok (ditekuk) dan dipergunakan bagi orang-orang terhormat. Usia (masa) tempayan kubur biasanya dapat ditentukan dengan melihat benda-benda yang disertakan dengan tengkorak yang dikubur, seperti perhiasan (cincin, gelang), binatang (kerbau, babi, bebek), senjata (kapak, tombak). Namun, secara umum, tempayan kubur merupakan peninggalan masa bercocok tanam atau masa perundagian.


Setelah melihat-lihat koleksi pameran I, kami diarahkan masuk ke ruang pameran II
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsKRNbbW7GvRHjeLNThhv0nTqK_9wcEPaKx4uM2OmFhlgz70B_M1XkgdfT_QgJwaBt1sY9UesA0nyWEg7SPrSHmEnFvh_UaoFkF2UX2vf1XCyXIPw1ABJG3aYYiXmsM4_XfBYniwdpDtE/s1600/Gambar+gedung+2+depan.jpg
 Pada gedung pameran II, gedung ini memamerkan mulai dari masa Sriwijaya, masa Kesultanan Palembang, masa kolonialisme, masa pendudukan Jepang, dan masa revolusi fisik kemerdekaan. Materi koleksi yang dipamerkan berupa koleksi realita, replika, peta, lukisan, dan foto-foto penunjang, dilengkapi dengan caption, labeling, serta informasi penunjang lainnya
Adapun peninggalan masa Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam di Palembang adalah:
  1. Manik-manik
  2. Umpak batu
  3. Arca tablet tanah liat
  4. Kapak arca Awaloketiswara
  5. Fregmen acra perunggu
  6. Kaki arca
  7. Dan lukisan abad 17 yang mengisahkan perang antara Kesultanan Palembang Darussalam melawan Tentara Kolonial Belanda di depan Keraton Kuto Gawang (sekarang Pabrik Pupuk Sriwijaya.

 Koleksi-koleksi di Gedung Pameran  II
       Prasasti-Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPaUakY7k6cjS3C8twPMdmOdh9H3EsNJJec8MUlODNEasy3YKKF6g7wOJu7LWfIkuJXIa0852_EZ4jv23RJrKgTugKSHVQB5tcx5uOdL7JNrIE7-YqYHHIvoJ-ty2dw7O8edkdfd_Y_ow/s1600/Untitled-1.jpg
Prasasti adalah sumber sejarah berupa tulisan pada media benda atau artefak berbentuk tiga dimensi. Seperti batu, logam, kayu dan sebagainya.
Prasasti dibandingkan dengan kronik-kronik China maupun Arab merupakan sumber sejarah yang validitasnya lebih dapat dipercaya.
Sampai saat ini tercatat ada 8 buah prasasti yang telah diidentifikasi di Museum Bala Putra Dewa. Sedangkan jumlah prasasti Sriwijaya yang ditemukan diwilayah Sumatera bagian Setatan jumlahnya sekitar 31 buah. Sebagian besar prasasti tersebut ditemukan di wilayah Palembang, yakni 23 buah prasasti.
Prasasti-prasasti yang merupakan koleksi Museum Bala Putra Dewa, yakni prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur, Boom Baru, Bungkuk (ditemukan di Lampung), Palas Pasemah (Lampung), dan Karang Berahi (Jambi).

    Manik-Manik dari Situs karang Agung 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj66pege3B2oBLvT2ri4Hw3s2glon_5AxJTimw0PH8AecQp9jUZVUrIiaVbiSo08AJ2Wzl0YvBL7aM8U6z8-mV2qgR8G16yTeQ-TU89qeVEoWl3UgL0B8jGnC_96cBvGzLgTkIhYi_ngjs/s1600/Manik-Manik+Karang+Agung+1.jpg
Manik-manik Karang Agung terdiri dari dua jenis, yaitu batu dan kaca.  Jenis batu yang digunakan adalah karnelian, batu kristal dan batu putih buram). Jenis manik-manik ini berbentuk kerucut ganda dan bulat tong. Diduga bentuk bulat atau tong adalah bentuk yang lebih tua. Karnelian lebih disukai karena dipercaya memiliki sifat-sifat magis.

                                    Arca Avalokiteshvara
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO4QD60rfKKbbbVF1RQLcuRA3NYpJXZ458pblZ6ECD4TcMa3VzReWNSm83YZYsKf-pdQzYKR2IH47DcB36XYcztyjSoMnT9UCzmtiEVxBc82DP36uDPvFZmp88raojdUSogQadyvACz3A/s1600/IMG-20140417-00167.jpg
Replika arca Avalokiteshvara ini aslinya terbuat dart batuan Andesit (disimpan di Museum Nasional). Arca dalam posisi berdiri di atas asana tetapi sudah hilang, dan jari-jari kaki lurus ke depan. Mempunyai empat buah tangan , tetapi 3 (tiga) diantaranya telah patah, yang tersisa hanya tinggal tangan kiri belakang membawa sesuatu yang tidak jelas. Menggunakan jubah di bawáh pusat sampai diatas mata kaki dan pada bagian tengah kakinya diwiru. Rambut ikat keriting, panjangnya sebatas tengkuk, sebagian terurai di atas bahu. Mata setengah tertutup, hidung mancung, mulut seolah tersenyum dan lubang telinga panjang. Arca Avalokiteshvara ini diduga berasal dari sekitar abad ke-9 Masehi.




Arca Bodhisattva Avalokiteshvara
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvuUS528rfHZtOqKNF_Sqh1Ckxwd2GfWYFDp8mlj23ZvwnEd-kjuEUx3TIOAVvCkXVySLptL-XudERQv0udj6FmoJSr7rVJDVi19ztoF_H_TA0dKjO3bCRfIuvcPd0YVTB0bCJap6akw4/s1600/IMG-20140417-00168.jpg
Arca Budha ini disebut arca Bodhisatwa Awalokiteswara digambarkan dalam sikap berdiri, tangan kirinya yang memegang sekuntum bunga teratai, diangkat ke depan dada, tangan kanan kebawah, telapak tangannya mengarah ke depan. Pakaian berupa kain polos. Panjangnya sampai mata kaki, mahkotanya berbentuk silinder. Berdasarkan gaya seninya, arca ini berasal dan sekitar abad ke-8 sampal dengan 9 Masehi.

                                                Arca Trimurti
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBk92-T7aTdZiuat_Mo-XbJhSI_beYaTsVr0kr-JaYmU6-9HvEPXVOw9Ndc2D1J9qUGBlrXXW5oS-mGswuQP94zh0-atP3FqaAd6MpFUbPxdatagP4ToSuSFWN4VV0GGLbFk5gbhyLz1E/s1600/Arca+Trimurti.jpg
Dalam agama Hindu, Brahma merupakan salah satu dewa penting karena dianggap sebagai dewa pencipta. Arca Brahma ini digambarkan dalam posisi berdiri diatas kendaraan (Wahana) seekor angsa yang juga digambarkan bermuka empat sebagai simbol keempat Weda, yaitu menghadap ke Timur Reg Weda bertangan empat yang melukiskan keempat arah mata angin. Tangan kiri belakang membawa kendi dan tangan kanan belakang membawa tombak Sakti.
Wisnu termasuk kedalam Trimurti (tiga dewa utama dalam agama  Hindu) yang berperan sebagai dewa pemelihara. Dalam usahanya  untuk menolong manusia dalam kesukaran, Ia sering menjelma  turun ke dunia manusia, antara lain sebagai Krisna dan Rama.
Wisnu berkendaraan (Wahana) Burung Garuda. Aliran Waishawa  adalah sebutan untuk aliran yang secara khusus memuja Wisnu.  Wisnu digambarkan di atas pundak Garuda. Wisnu ini bertangan empat; tangan kiri depan memegang sesuatu yang tidak jelas, tangan kanan depan memegang Wajra, tangan kiri belakang memegang Sangkha bersayap, tangan kanan belakang memegang Cakra yang sudah hilang.
Siwa adalah salah satu dari tiga dewa utama dalarn agama Hindu yang paling tinggi kedudukannya. Siwa berperan sebagai dewa perusak. Aliran yang secara khusus memuja Siwa disebut aliran Saiwa. Arca Siwa ini berdiri di atas Wahana atau kendaraannya, yaitu Nandi. Wajah Nandi sangat menyeramkan, bertaring, melotot dengan lidah menjulur keluar. Siwa memiliki empat tangan, kedua tangan depan diletakkan di depan dada. Tangan kiri belakang memegang busur yang telah patah, tangan kanan betakang memegang anak panah. Mengenakan jatawakuta (hiasan rambut), kalung, gelang tangan, gelang kaki dan selendang yang diselempangkan dibahu kiri.
                                                 Arca Narawahana
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGPwph_qRQY9pVGJtZVWF3FdQ_RWS2nABSdQTkxl4kPAvMFWYTqmK4Yn6HSp40Khodur91BGCAPMtq2A0httY8OKxZwC6xf5_NTVCd4SI_XjjqM-bKUQmhzWUXU5n_GSlwAQYNyuTfew0/s1600/Arca+Narawahana.jpg
Arca perunggu ini menggambarkan susunan tiga makhluk. Figur yang paling atas adatah singa, di tengah adalah Ghana dan paling bawah adalah seekor gajah. Diduga arca ini merupakan sengkala memet, yaitu candra sengkaia atau angka tahun dengan menggunakan gambar. 

Kepala Arca Avalokiteshvara dan Budha Maetreya

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-LtSPWspOE9ZmN7pYYddEM1ZmAi7ptsOmlrRAJOQh3DqMsXI0C9JOW42jerCsTX-1MF-L2XRzclSpKTHm3duDN_ReWoKpivGaiRRorr7n-2Ci7VStoKV-VfpcV-ekbXdqYC4sAOrnDyU/s1600/IMG-20140417-00169.jpg
Kepala arca ini ditemukan di Situs Karang Anyar, Palembang. Bahan terbuat dari perunggu padat berlapis emas. Arca berupa kepala dengan mengenakan mahkota berbentuk jatamaruta. Rambut dipilin lurus, mata setengah tertutup, mengenakan jamang berbentuk untaian mutiara. Arca ini sebagai peninggalan masa-masa penyebaran agama Budha di Sumatera Setatan. Dari bentuk dan tempat penemuannya diperkirakan berasal dan abad IX-XI Masehi.

              Tombak Kesultanan Palembang

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidrccWWAnWSw-3Uu_YQ8yDYwqY-XzErkEcV_X_JLAwWqX8K6C86KahOU7AlbBuElofghqigTxBdcpcidxfWIjOi0vV8Eu0bxWxPmZx97hUyy4MHNJTu5g57geRvkwdSng09IUtI9sMXAM/s1600/Tombak+Kesultanan1.jpg

                                   Keris Kesultanan Palembang

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgL1yMxSdbEHUNCnwbyFZBMyKhVhhWjx2NN5R8E__b9f71d2C-Bkz2C5pX6ShyWBlk3apvobkAbjFZeRyITEH52DCnXrAgInI0-higitbYRZKYvvKmGYp8SSfqaDixzWmOlTbkT6ijt1nQ/s1600/Keris+Kesultanan.jpg


Piagam Padang Ratu

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZ29cbGHZXlWK3xwuqCbK0rXWPzLqivpO09aPKkOWk6YzGooydYLJoSNY0A3IaGX4qjYo4qvX2-B2Whut9MCl-fXCeAv79fiKvLr_OJbw0eAkHWRNRFllMQ027Z9BKZlG0NIHiovYCVUc/s1600/pIAGAM+pADANG.jpg

                         Naskah Islam                                            Naskah Ulu
 
Kitab-kitab jadul peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam.





Perlengkapan Pejabat Hindia Belanda

Setelah selesai mengunjungi gedung pameran yang berada di dalam museum, kami diajak ke samping kanan museum yaitu suatu tempat bagi sekelompok koleksi arca yang terdiri dari benda peninggalan zaman Megalitikum dan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan. Benda-benda itu berupa arca Megalit dan atribut agama Hindu maupun Budha. Jumlah koleksinya ada 8 buah koleksi. 3 koleksi dari masa Kerajaan Sriwijaya dan 5 koleksi dari zaman Megalitikum.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7tvTPVLwvIOJ7xS6GYu_TsdLHjd6gSBrTZs9_zdOvueWDlNnUiNeQQvcTpoeqt3iinf2UXrR-ZovyMhnyCTuAqk1iaC-PVGYh3zivE4vBEXlR-rJG-YB3YE7CALvHBp49Kh2pnBBuPFo/s1600/DSC_4566.JPG

Arca Budha Tingkip
Arca Buddha ditemukan di Desa Tingkip, Musi Rawas, Sumsel. Berdiri di atas asana berbentuk Padmasamaganda mengenakan jubah tipis polos, serta memperlihatkan sikap tangan Witarkamudra yang melambangkan sang Buddha sedang mengajar. Berdasarkan kehalusan seni dan gaya pahatan yang ditampilkan arca ini mengikuti gaya seni Dwarawati tetapi produksi lokal jaman Sriwijaya. Arca ini dibuat dari batuan Andesit, sedangkan asana atau alas dari batuan Diorite.
Lesung Batu
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjajznMzFD6ZSEADfp-6qoCL6he38EmB9yv4XVdhzL-xQg6nOuvYxgqAYa7lT0ryVQvIvg5vUdYnPF8pl-X1wIyxMbz4VdDJjQoIjyDqcVcKMNBdoMRPrKhHuEL63goAi5ofby04pxvxj0/s1600/DSC_4574.JPG
Lesung batu ini terbuat dari batuan metamor warna abu-abu. Lesung batu ini merupakan hasil kebudayaan megalith dan kegunaannya selalu dikaitkan dengan kegiatan yang bersifat profan, yaitu sebagai alat penumbuk biji-bijian. Namun, dilihat dari bentuknya tidak memperlihatkan adanya tanda-tanda bekas pemakaian dan dapat pula dihubungkan dengan tujuan yang bersifat sakral, yakni sebagai pelengkap pemujaan nenek moyang.

Arca Batu Gajah
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPJrjRharQZU5x_FgJYweQBIcNO7MHxnXrs-VphQJ-ZJ8hZSHB8wofXCf_ZtZz-Y05IAoT8UJ-zfWpgqSI7bmCknI_M_rKoK8aJQ-I4y1WvFqyoDnD5OUhuU3uwjse82F9ILEwXvaeZ_I/s1600/100_3142.JPG
Koleksi arca Batu Gajah ini terbuat dari batuan andesit porous. Arca ini berasal dari Desa Kotaraja, Pagaralam, Sumatera Selatan. Keberadaan arca ini menjadi bukti akan tingginya tingkat teknologi yang dicapai masyarakat, khususnya dalam seni pahat masa itu.

                      Arca Megalith dan Arca Tablet Tanah Liat
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEip2eFRHqgCN29K656kpZntDjgtw2JndBfbJuHQxj6D9_PdzFqyK2pw9DbIHhPz0dILy50bRdxXqgXy8_Wq7vKhpkfJkl_kstv9TFZQAxkr-PZgPMB9MqSC9faWXDzBAK5Wqaa9sjWqu90/s1600/DSC_4572-horz.jpg

Arca Nandi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh011C_lzf1vcdvi3Xey9SxIYaMac2looYkZurS8w-VSQktapX0WYpiY2l964JLmnYYMTGptbG1OIXPXjKjDPMUoadLvahAbl8vZgPl3bhN_OUDX7f7ysRkvbxIaqx05DwG9zr2H3jquwk/s1600/DSC_4591.JPG
Nandi adalah kendaraan atau wahana Dewa Siwa. Bentuknya berwujud seekor lembu yang sedang mendekam. Nandi ini keadannya tidak utuh lagi karena beberapa bagian telah patah seperti: kepala, kaki depan, mulut, hidung, dan leher. Arca ini dibuat dari bahan batu pasir.

Arca Budha (unfinished)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhohr0I2kdKSx7p08JW1wsxKVEkaNtbf-1Y06hFvJ_XNrPMyyjtO4qdQWJ9XJKse00C3t80UpRihz5lV2awbhTu2EQzu39-wi7smqkfokyKkAgUDB1vPV4Q9HSnJ1BM8YPcKaFvqImH6Gs/s1600/DSC_4594.JPG
Arca ini dibuat dari batuan Andesit yang menggambarkan sebuah arca Budha yang belum selesai atau sempurna. Dilihat dari ciri badan yang masih berbentuk pola dasar maka arca ini berkesan belum jadi

Palung Batu
arca palung batu
Palung Batu ini digambarkan bersama dengan arca seorang laki-laki yang sedang berbaring di sampingnya. Palung batu adalah salah satu hasil dari tradisi megalith, kegunaannya adalah untuk menyimpan tulang-tulang manusia yang sudah meninggal. Namun, memperhatikan palung batu ini, terdapat kesan bahwa keberadaannya mengandung simbolis, yakni berfungsi sebagai sarana dalam upacara ritual. Bahan palung dibuat dari batuan Tufa Ponyxri.
Setelah melihat-lihat koleksi arca, kami diajak menuju bagian paling belakang dari Museum Balaputra Dewa untuk melihat Rumah Limas. Rumah Limas sendiri mengandung nilai budaya dan historis. Hal ini dapat dilihat dari bentuk arasitektur dan ragam hias yang erat kaitannya dengan sistem kepercayaan, keperluan social, lingkungan, dan cara hidup masyarakatnya.
Rumah Limas koleksi Museum Balaputra Dewa pertama kali dibangun pada tahun 1830 Masehi oleh Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Habsyi (Arif) sebagai tempat tinggal. Rumah ini kemudian dibeli oleh Pangeran Batun dan dipindahkan ke Pemulutan. Selanjutnya dari Pemulutan oleh Pangeran Punto dipindahkan ke Talang Pangeran. Kemudian rumah ini menjadi milik pemerintah Belanda, dan pada tahun 1932 dipindahkan ke Palembang diletakkan di belakang kantor waterleiding (menara air) atau sekarang kantor Walikota Palembang. Pada tahun 1933 rumah ini dijadikan museum oleh Pemenintah Belanda yang dikenal dengan sebutan Museum Rumah Bari.
Pada tahun 1985, setelah berdirinya Museum Balaputra Dewa, Rumah Limas ini dipindahkan ke halaman belakang Museum Balaputra Dewa dan menjadi koleksi terbesar yang dimilikinya
Untuk memasuk Rumah Limas harus melalui tangga. Jumlah anak tangganya lazimnya ganjil. Karena menurut  kepercayaan orang Patembang, jumlah ganjil ini akan membawa keberuntungan.
Ruangan paling depan pada rumah limas disebut Pagar Tenggalong. Pada ruang bagian depan ini biasanya digunakan sebagai ruang tamu atau ruangan tunggu yang disebut dengan Pamarekan, dan tingkatan lantainya dinamakan sebagai Kekejeeng  sedangkan untuk lantai disebut Bengkilas.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_wiiTuliYturkwW3Xd7nWIG27ERd7R69ZEJFRmSTe_Za6-1he1ZeeMFLA3IpW8-rxzvq7hfkOcaeAw3Uy7bgYO7xTfRxp8XES1MNmIqA_Y88Uk4kY-sTLa8J5Xwpy098EhyQdrSPFEeM/s200/pgr+tglong.jpg
            Pagar Tenggalong

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjndGq3onxuWfVKf_LvA4SCXH_yR3Dly_6S-LeY-3TEs7LL5boKERyWGEuQvsUPJcnXsDqB5fD3QjBKzktkSUWEUsMBcHez2VfWMv8P_pTu0E9ccExtik7oJf6I8HAv8cokQTdO5J4WwKI/s200/PICT0155.jpg
          Kekejeeng



Ruangan dalam teratas bengkilas disebut Pedalon, ditopang oleh tiang-tiang mulai dari atap terus sampai ke tanah. Konon tiang-tiang tersebut tidak boleh disambung karena ruang tersebut juga merupakan tempat utama apabila berlangsung upacara adat. Pada dinding pedalon kiri dan kanan dilengkapi dengan lemari yang disebut gerobok leket atau gerobok senyawo. Lemari tersebut pada bagian atas sampai ke bawah diberi kaca tembus pandang. Pada bagian bawah diberi ukiran dengan motif peradoo (kuning emas)
DSCN5122

Di ruangan berikutnya terdapat amben, tepatnya terdapat di ruangan keluarga. Jika di dalam ruangan terdapat sebuah amben maka di hadapannya terdapat beleek jeroo yang digunakan sebagai kamar tidur. Beeleek jeroo ini juga digunakan sebagai kamar tidur untuk pengantin. Bedanya dengan beleek jeroo, ruang pengantin tersebut dilengkapi dengan berbagai hiasan sebagai pelengkap upacara yang disebut pleeseer, yang dipasangkan pada bagian atas dinding. Di bawah ruangan amben digantungkan gegembong dalam jumlah banyak.

DSCN5139
Beeleek Jeroo

DSCN5124
Kamar Pengantin

Melalui pintu belakang ruangan Pedalon sebuah rumah limas akan ditemukan bangunan belakang (Buri) yang disebut ruang makan (Garang). Garang ini juga berfungsi sebagai pawon atau dapur. Pada umumnya panjang dapur tersebut sama dengan lebar rumah. Satu hal yang tidak ditemukan adalah kamar mandi, karena pada masa lalu masyarakat umumnya memanfaatkan sungai sebagai sarana tersebut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi99sz4uXwFljk4lBmx6csccD_7lQ-fa3uV0t4c-fq_dJcsA3HdAt1JzxgYmZAFY8SjtGpN36nltrwHSyiKqyILnDoAfS37BGFVT2-aKy5wO9NG2j1ULa6yd5W76sTVcTlcngqAEampxCc/s320/PICT0048.JPG
Pada serambi belakang rumah limas melewati pintu garang, terdapat sebuah jembatan yang berfungsi sebagai  penghubung antara rumah limas yang satu ke rumah limas yang lain. Jembatan ini terdapat atap dan railing di sisi kanan dan kiri.jembatan ini dinamakan doorloop.
Ciri khas dari Rumah Limas Palembang adalah pada bagian depan tampak sebuah pintu yang disebut Lawang Kereng/ pintu kipas/ ciam yaitu jalan masuk ke ruang dalam. Pintu tersebut dapat diangkat. Ciam tersebut cukup berat jika diangkat ke atas, karena selain digunakan sebagai pintu juga berfungsi sebagai plafond.
DSCN5120
Pada masa lalu membuat Rumah Limas pintunya tidak menggunakan engsel dan  pada umumnya tidak menggunakan paku melainkan menggunakan kayu kecil yang diselipkan diantara papan/kayu yang disebut pasak sehingga memudahkan membongkamya kembali apabila ingin dipindahkan. Dalam pembuatan rumah ini juga dipilih kayu-kayu berkelas seperti kayu unglen/ulin (tiang), tembesu, merawan, meranti (lantai dan dinding), seru (atap), yang kini semakin sulit didapat dan berharga mahal.
Kemudian yang khas adalah dari ciri atapnya yang kental dengan nuansa jawa-cina. Bentuk yang cenderung datar dan berbenntuk piramid dilengkapi dengan hiasan seperti kuku dan mahkota. Kuku-kuku di kanan dan kiri bubungan atap disebut dengan "TANDUK KAMBING" atau juga "DAUN PANDAN".

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg26N4t_S0Tv42uqu5jmCZax0hHvuNBgdvyU4dPwB0Fugps4Za_AoiluDT9_Pi2iwJAB-V58q5YATDQe8ykF4exBqYTWhx256Wa_DbclDPqkkDtmkeWUYcOe-GrR3UjDXnBwJSzGOJyDl4/s320/Limas+Houseaed.jpg
Sementara mahkota yang ditengah-tengah bubungan rumah disebut "SIMBAR" atau juga "TANDUK MENJANGAN" yang melambangkan sifat masyarakat Palembang yang mandiri.


Selain Rumah Limas terdapat pula Rumah Bergajah yaitu tempat orang-orang terhormat.  Lalu terdapat Rumah Hulu/Rumah Anti Gempa yaitu rumah yang tiangnya tidak ditanam namun hanya menggunakan batu yang dijadikan sebagai penyanggah dan lantainya menggunakan bambu.  Rumah ini memiliki bobot yang ringan, dinding yang bisa dibuka dan tidak memiliki jendela.  Rumah ini sendiri ditemukan di daerah Asam Kelat.
Yang menjadi kebanggaan tersendiri untuk saya yaitu  gambar Rumah Limas koleksi Museum Balaputra Dewa telah diabadikan dalam uang Rp. 10.000

Kesimpulan : Secara keseluruhan koleksi Museum Balaputra Dewa terdiri dari prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya, benda-benda peninggalan Kerajaan Sriwijaya, benda-benda peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam, sejarah perang kemerdekaan di Sumatera Selatan dan benda-benda kebudayaam dari Sumatera Selatan.  Dari koleksi-koleksi yang ada di Museum Balaputra Dewa memperlihatkan bahwa Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi pusat Agama Budha yang terkemuka di dunia pada masa jayanya.  Begitu banyak arca yang menggambarkan Budha yang ditemukan di provinsi Sumatera Selatan yang kemudian menjadi bagian koleksi Museum Balaputradewa.  Di bagian belakang museum terdapat bangunan khas Palembang yaitu Rumah Limas.  Di bagian samping ruang pamer terdapat patung-patung yang mengambarkan budha dari berbagai situs dan diduga merupakan situs Kerajaan Sriwijaya.  Salah satu patung atau arca yang paling terkenal dan sangat menarik perhatian pengunjung adalah patung orang menaiki gajah yang merupakan peninggalan era megalitikum di Sumatera Selatan tepatnya dari dataran tinggi Basemah/Pasemah (Pagaralam, Lahat, Oku, Bengkulu/curup).  Masyarakat setempat menganggap bahwa patung orang menunggang gajah tersebut adalah salah satu kutukan yang benar-benar terjadi dari kisah legenda masyarakat setempat yaitu Legenda Si Pahit Lidah.  Legenda Si Pahit Lidah mengisahkan bahwa siapa saja yang dikutuk olehnya akan menjadi batu